Tuesday, September 18, 2012

Siapakah Syekh Muhammad Nashirudin al- Albani

Pada akhir-akhir ini diantara ulama yang dibanggakan dan dijuluki oleh sebagian golongan Wahabi/Salafi sebagai Imam Muhadditsin  (Imam para ahli hadits) yaitu Syeikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, karena –menurut golongan ini–  ilmunya tentang hadits bagaikan samudera tanpa bertepi. Beliau lahir dikota Ashkodera, negara Albania tahun 1914 M. Ada juga dari golongan Salafi ini berkata bahwa al-Albani sederajad dengan Imam Bukhori pada zamannya. Sehingga semua hadits bila telah dishohihkan atau dilemahkan dan sebagainya, oleh beliau ini, sudah pasti lebih mendekati kebenaran. 

Buat para ulama madzhab sunnah selain madzhab Wahabi, julukan dan pujian golongan Wahabi/Salafi terhadap ulama mereka Al-Albani semacam itu  tidak ada masalahnya. Hanya sekarang yang dimasalahkan adalah penemuan para ahli hadits dari berbagai madzhab diantaranya dari Jordania yang bernama Syeikh Hasan Ali Assegaf  tentang banyaknya kontradiksi dari hadits-hadits dan catatan-catatan yang dikemukakan oleh al-Albani ini jumlahnya lebih dari 1200 hadits. Judul bukunya yang mengeritik Al-Albani ialah: Tanaqudlaat Albany al-Waadlihah fiima waqo’a fi tashhihi al-Ahaadiits wa tadl’iifiha min akhtho’ wa gholath (Kontradiksi Al-Albani yang nyata terhadap penshahihan hadits-hadits dan pendhaifannya yang salah dan keliru).

Sebagian isi buku itu telah diterjemahkan dalam bahasa Inggris yang kami terjemahkan dan susun secara bebas dalam bahasa Indonesia . Bagi para pembaca yang ingin membaca seluruh isi buku Syeikh Saggaf ini dan berminat untuk memiliki buku aslinya bisa menulis surat pada alamat: IMAM AL-NAWAWI HOUSE POSTBUS 925393 AMMAN , Jordan. (Biaya untuk jilid 1 ialah US$ 4,00 belum termasuk ongkos pengiriman (via kapal laut) dan biaya untuk jilid 2 ialah US$ 7, 00 belum termasuk ongkos pengiriman (via kapal laut). Biaya bisa selalu berubah.       

Kami mengetahui setiap manusia tidak luput dari kesalahan walaupun para imam atau para pakar islam, kecuali Rasulallah saw yang maksum. Tujuan kami mengutip kesalahan-kesalahan Syeikh Al-Albani ,yang ditulis oleh Syeikh Saqqaf ini, bukan untuk memecah belah antara muslimin tapi tidak lain adalah untuk lebih meyakinkan para pembaca bahwa Syeikh ini sendiri masih banyak kesalahan dan belum yakin serta masih belum banyak menguasai ilmu hadits, karena masih banyak kontradiksi didalam buku-bukunya. Dengan demikian hadits atau riwayat yang dilemahkan, dipalsukan dan sebagainya oleh Syeikh ini serta pengikut-pengikutnya, tidak bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya, harus diteliti dan diperiksa lagi oleh ulama madzhab lainnya. 

Contoh-contoh kesalahan Syeikh Albani yang ditulis oleh Syeikh Saqqaf, yaitu umpamanya; disatu halaman atau bukunya mengatakan hadits ....Lemah tapi dihalaman atau dibuku lainnya mengatakan hadits (yang sama itu) ....Shohih atau Hasan. Begitu juga beliau disatu buku atau halaman mengatakan bahwa perawi.... adalah tidak Bisa Dipercaya banyak membuat kesalahan dan sebagainya, tapi dibuku atau halaman lainnya beliau mengatakan bahwa perawi (yang sama ini) Dapat Dipercaya dan Baik. Begitu juga beliau disatu halaman atau bukunya memuji-muji perawi......atau ulama......, tapi dibuku atau halaman lainnya  beliau ini mencela perawi atau ulama (yang sama tersebut). Albani juga sering menyatakan suatu hadits yang bertentangan dengan pahamnya dengan kata-kata 'tidak menemukan haditsnya', tetapi oleh Syeikh Saqqaf bisa ditemukannya. Padahal para pakar yang sering dikeritik, dicela oleh Syeikh al-Albani ini dan syeikh wahabi/salafi lainnya, pribadi dan ilmu pakar islam tersebut sudah diakui oleh para ulama sezamannya dan zaman berikutnya.

al-Albani sebenarnya secara tidak langsung pernah mengakui kecerobohannya dalam menilai hadits. Ini dapat terlihat dengan jelas dalam kitab “taraju’ul al’allamah al-albani fima nashsha ‘alaiyh tashhihan wa tadl’fan” (ralat albani atas penjelasannya mengenai penilaian sahih dan dha’if). Dalam kitab ini, albani mengaku terus terang kesalahannya dalam menilai sahih dan dhoifnya hadits yang pernah ia tulis. Dalam kitab ini albani meralat penilaiannya atas 621 hadits yang sebenarnya sahih tetapi ia nilai dho’if dan sebaliknya. Jumlah kesalahan –yang  tertulis dikitab tadi– 621 bukan sedikit jika dikaitkan dengan gelar “Imamul Muhadditsin atau Al-Mujaddid (pembaru dalam agama islam)” yang disandangkan oleh para pengikut-pengikutnya. Pengakuan ini dalam satu sisi memang mengagumkan, karena dia secara terus terang mengaku salah/keliru sebagai bentuk tanggung jawab, tetapi dari sisi lain juga menunjukkan atas kapasitas albani yang sebenarnya dalam menilai hadits ternyata tidak seperti yang dibanggakan para pengikutnya. Masihkah layak disebut muhaddits,mujaddid? Masih pantaskah  al-Albani disandingkan dengan nama besar pakar Islam seperti Imam Hanafi, imam Malik, imam Syafi’i, imam Bukhori, imam Nawawi, imam Suyuthi dan para pakar hadits yang lain?
Diantara para ulama pengeritik Al-Albani ini ada yang berkata; Kontradiksi tentang hadits Nabi saw. itu atau perubahan pendapat terdapat juga pada empat ulama pakar yang terkenal (Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafii dan Imam Hanbali) atau ulama lainnya! Perubahan pendapat para ulama ini biasanya yang berkaitan dengan pendapat atau ijtihadnya sendiri. Misalnya; Disalah satu kitab mereka membolehkan suatu masalah sedangkan pada kitabnya yang lain memakruhkan atau mengharamkan masalah yang sama ini atau sebaliknya. Perubahan pendapat ulama ini kebanyakan tidak ada sangkut pautnya dengan hadits yang mereka kemukakan sebelum dan sesudahnya, tapi kebanyakan yang bersangkutan dengan pendapat atau ijtihadnya sendiri waktu mengartikan hadits yang bersangkutan tersebut. Dan seandainya diketemukan adanya kontradiksi yang berkaitan dengan hadits yang disebutkan ulama ini pada kitabnya yang satu dengan kitabnya yang lain, maka kontradiksi ini tidak akan kita dapati lebih dari 10 hadits. Jadi bukan ratusan yang diketemukan. 

Tapi yang lebih aneh lagi, ulama golongan Salafi (baca:Wahabi) tetap mempunyai keyakinan tidak ada kontradiksi atau kesalahan dalam hadits yang dikemukakan oleh syeikh al-AlBani tersebut tapi lebih merupakan ralat, koreksi atau rujukan. Sebagaimana alasan yang mereka ungkapkan sebagai berikut; umpama al-Albani menetap- kan dalam kitabnya suatu hadits kemudian dalam kitab beliau lainnya menyalahi dengan kitab yang pertama, ini bisa dikatakan bahwa dia meralat atau merujuk hal tersebut!
Alasan ini baik oleh ulama maupun awam (bukan ulama) tidak bisa diterima baik secara aqli (akal) maupun naqli (menurut nash). Seorang yang dijuluki pakar  islam oleh sekte Wahabi dan sebagai Imam Muhadditsin atau Al-Mujaddid karena ilmu haditsnya seperti samudra yang tidak bertepian, seharusnya sebelum menulis satu hadits, beliau harus tahu dan meneliti lebih dalam apakah hadits yang akan ditulis tersebut shohih atau lemah, terputus dan sebagainya. Sehingga tidak memerlukan ralatan yang begitu banyak lagi pada kitabnya yang lain. Apalagi ralatan tersebut –yang diketemukan para ulama– bukan puluhan tapi ratusan! Sebenarnya yang bisa dianggap sebagai ralatan yaitu bila sipenulis menyatakan dibukunya sebagai berikut; hadits ..…yang saya sebutkan pada kitab .… sebenarnya bukan sebagai hadits .....(dhoif, maudhu’ dan sebagainya) tapi sebagai hadits...... ( shohih dan sebagainya). Dalam kata-kata semacam ini jelas si penulis telah mengakui kesalahannya serta meralat pada kitabnya yang lain. Selama hal tersebut tidak dilakukan maka ini berarti bukan ralatan atau rujukan tapi kekurang telitian si penulis.   

Golongan Salafi/Wahabi ini bukan hanya tidak mau menerima keritikan ulama-ulama yang tidak sependapat dengan ulama mereka, malah justru sebaliknya mengecam pribadi ulama-ulama yang mengeritik ini sebagai orang yang bodoh, golongan zindik, golongan sesat, tidak mengerti bahasa Arab, dan lain sebagainya. Mereka juga menulis hadits-hadits Nabi saw. dan wejangan ulama-ulamanya –untuk menjawab kritikan ini– tetapi sebagian isinya tidak ada sangkut pautnya dengan kritikan yang diajukan oleh para ulama madzhab selain madzhab Salafi (baca:Wahabi)!! Alangkah baiknya kalau golongan Salafi ini tidak mencela siapa/bagaimana pribadi ulama pengeritik itu, tapi mereka langsung membahas atau menjawab satu persatu dengan dalil yang aqli dan naqli masalah yang dikritik tersebut. Sehingga bila jawabannya itu benar maka sudah pasti ulama-ulama pengeritik ini dan para pembaca akan menerima jawaban golongan Wahabi dengan baik. Ini tidak lain karena keegoisan dan kefanatikan pada ulamanya sendiri, sehingga mereka tidak mau terima semua keritikan-keritikan tersebut, dan mereka berusaha dengan jalan apa pun untuk membenarkan riwayat-riwayat atau nash baik yang dikutip oleh al-Albani maupun ulama mereka lainnya.  Sayang sekali golongan Salafi ini merasa dirinya yang paling pandai memahami ayat al-Qur’an dan Sunnah Rasulallah saw., paling suci, dan merasa satu-satunya golongan yang memurnikan agama Islam dan sebagainya. Dengan demikian mudah mensesatkan, mensyirikkan sesama muslimin  ,khususnya para ulama, yang tidak sepaham dengan pendapatnya.     

No comments:

Post a Comment