Tuesday, September 18, 2012

Apakah Kemampuan Atau Ketidak-mampuan Merupakan Tolok Ukur Tauhid Dan Syirik?

Golongan Wahabi/Salafi mempunyai paham yang lain didalam masalah tauhid dan syirik, dan ini persis sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya. Mereka menetapkan bahwa salah satu dari tolok ukur tauhid dan syirik ialah adanya kemampuan atau ketidak-mampuan orang yang di minta pertolongan untuk merealisasikan kebutuhan yang diminta. Jika dia mampu maka tidak masalah, namun jika tidak mampu maka itu syirik. Sungguh ini merupakan kesalahan yang nyata. Masalah ini sama sekali tidak mempunyai pengaruh didalam masalah tauhid dan syirik, melainkan hanya merupakan pembahasan tentang bermanfaat atau tidak bermanfaatnya permintaan.

Diantara orang-orang sekte Wahabi/Salafi ialah, mereka menghardik para peziarah Rasulallah saw. dengan mengatakan, “Hai musyrik, Rasulallah saw. tidak memberikan manfaat sedikitpun kepadamu”. Pikiran seperti ini sangat naif sekali. Sesungguhnya masalah bermanfaat atau tidak, itu tidak memberikan pengaruh didalam masalah tauhid dan syirik.
Paham golongan Wahabi seperti ini mengikuti akidah Ibnul Qayyim –murid Ibnu Taimiyyah– yang mengatakan: “Salah satu di antara bentuk syirik ialah meminta kebutuhan dari orang yang telah wafat, serta memohon pertolongan dan menghadap kepada mereka. Inilah asal mula syirik yang ada di alam ini. Karena sesungguhnya orang yang telah wafat, telah terputus amal perbuatannya, dan dia tidak memiliki sedikitpun kekuasaan untuk mendatangkan bahaya dan manfaat bagi dirinya.” (Fath al-Majid, Mufid bin Abdul Wahhab, hal.67, cetakan ke enam).      
             
Bagaimana mungkin permintaan sesuatu dari orang yang masih hidup dikatakan tauhid, sementara permintaan sesuatu yang sama dari orang yang telah wafat dikatakan syirik?! Jelas, perbuatan yang semacam ini keluar dari kerangka pembahasan tauhid dan syirik, tetapi kita dapat meletakkannya kedalam kerangka pembahasan, apakah permintaan ini berguna atau tidak berguna?  Dan permintaan yang tidak berguna pun tidak termasuk syirik. Sebagaimana yang telah diutarakan, sesungguhnya yang menjadi tolak ukur dasar didalam masalah tauhid dan syirik ialah keyakinan. Keyakinan disini bersifat mutlak. Tidak dikhususkan bagi orang yang hidup atau orang yang telah wafat.
Perkataan Ibnul Qayyim yang berbunyi; ‘Sesungguhnya orang yang wafat telah terputus amal perbuatannya’. Seandainya benar, itu tidak lebih memiliki arti hanya menetapkan bahwa meminta dari orang yang mati itu tidak berguna, namun tidak bisa menetapkan bahwa perbuatan itu syirik. Adapun perkataan beliau yang berbunyi, ‘Orang yang telah wafat tidak memiliki sedikit pun kekuasaan untuk mendatangkan bahaya atau manfaat bagi dirinya’, ini adalah merupakan perkataan yang umum yang mencakup untuk semua manusia baik yang telah wafat maupun yang masih hidup. Karena seluruh makhluk, baik yang hidup maupun yang mati, tidak memiliki sedikitpun ke kuasaan atas dirinya dan hanya memiliki kekuasaan atas dirinya semata-mata dengan izin dan kehendak Allah.

No comments:

Post a Comment